Keuangan berkelanjutan telah menjadi elemen krusial dalam transformasi global menuju ekonomi yang lebih hijau dan tangguh. Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, sektor keuangan memiliki peran vital dalam mendukung transisi ini. Dengan mengalihkan aliran dana dari aktivitas yang merusak lingkungan menuju model bisnis yang lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim, lembaga keuangan dapat berkontribusi besar terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta menjaga dan memulihkan modal alam.
Mengapa Alam dan Ekonomi Berkelanjutan Terhubung?
Alam menyediakan berbagai jasa ekosistem yang sangat penting bagi keberlangsungan ekonomi, seperti penyerbukan, pengelolaan kualitas air, hingga perlindungan dari banjir dan badai. Semua sektor ekonomi bergantung pada jasa-jasa ekosistem ini. Namun, degradasi lingkungan dapat mengganggu keberlanjutan layanan tersebut, menciptakan risiko signifikan bagi bisnis dan para pemodal mereka. Seiring berkembangnya ancaman global, lembaga keuangan perlu mengadopsi kebijakan yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem alam.
Transformasi Sektor Keuangan
Pandemi COVID-19 memicu pergeseran besar dalam lanskap keuangan global. Dampaknya begitu luas sehingga kebutuhan pembiayaan untuk mencapai SDGs, yang semula diperkirakan sekitar $2,5 triliun per tahun, melonjak drastis menjadi $4,2 triliun. Di Indonesia sendiri, kebutuhan pembiayaan SDGs mencapai Rp 122 ribu triliun, dengan gap pembiayaan yang harus dipenuhi sekitar Rp 24 ribu triliun.
Namun, sektor keuangan global sebenarnya memiliki kapasitas yang cukup besar untuk menjawab tantangan ini. Dengan total aset yang dikelola mencapai $379 triliun, pengalokasian hanya sekitar 1,1% saja sudah mampu menutupi kebutuhan pembiayaan tahunan SDGs di seluruh dunia.
Peran Indonesia dalam Keuangan Berkelanjutan
Sebagai pelopor di Asia, Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam keuangan berkelanjutan melalui berbagai inisiatif, termasuk penerbitan SDGs Bond dan Green Sukuk. Inisiatif ini menjadi contoh konkret bagaimana instrumen keuangan dapat diintegrasikan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Framework penerbitan obligasi SDGs Indonesia, yang telah di-review oleh lembaga independen, memastikan bahwa alokasi modal berkontribusi tidak hanya pada pencapaian tujuan ekonomi tetapi juga pada pelestarian lingkungan.
Pencapaian ini juga diperkuat dengan regulasi terbaru, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. UU ini memperluas definisi keuangan berkelanjutan dengan mencakup pembiayaan transisi menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, serta menetapkan taksonomi berkelanjutan. Taksonomi ini merupakan panduan bagi lembaga keuangan untuk mengidentifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung keberlanjutan dan memastikan aliran modal ke proyek-proyek yang ramah lingkungan.
Taksonomi Hijau Indonesia: Pilar Keuangan Berkelanjutan
Taksonomi Hijau Indonesia adalah langkah penting dalam memajukan keuangan berkelanjutan di tanah air. Taksonomi ini berfungsi sebagai sistem klasifikasi yang membantu para investor mengidentifikasi proyek atau aktivitas yang mendukung keberlanjutan. Dengan adanya taksonomi ini, risiko greenwashing dapat diminimalkan, di mana lembaga keuangan dan perusahaan tidak bisa lagi mengklaim "ramah lingkungan" tanpa standar yang jelas dan akuntabel.
Implementasi taksonomi ini di Indonesia dimulai dari sektor energi sebagai fokus pertama. Sektor energi, yang memainkan peran krusial dalam emisi karbon, harus bertransisi menuju penggunaan energi yang lebih bersih seperti energi terbarukan. Langkah ini mendukung target Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih awal.
Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas
Framework keuangan berkelanjutan di Indonesia juga dirancang untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. Pelaporan dampak dari proyek-proyek yang dibiayai, seperti melalui green bond atau sukuk, harus disampaikan dengan jelas dan di-review oleh lembaga independen. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa investasi yang dilakukan benar-benar berdampak positif pada lingkungan dan masyarakat. Dengan adanya mekanisme pelaporan yang transparan ini, para investor dapat lebih yakin bahwa dana mereka dialokasikan untuk proyek yang berkelanjutan.
Kesimpulan
Keuangan berkelanjutan telah menjadi tulang punggung bagi transisi menuju ekonomi rendah karbon dan ramah lingkungan. Melalui inisiatif seperti penerbitan SDGs Bond dan Green Sukuk serta pengenalan Taksonomi Hijau Indonesia, Indonesia telah menunjukkan komitmen kuatnya dalam memimpin perubahan di sektor keuangan. Dengan sektor keuangan global yang memiliki potensi besar, keberhasilan Indonesia dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain untuk ikut serta dalam transisi menuju masa depan yang lebih hijau dan tangguh.
Comments