top of page

Hasil Pencarian

337 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

Postingan Blog (160)

  • Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa–Indonesia: Peluang dan Tantangan di Depan

    Bagaimana Perjanjian Perdagangan Bebas antara Uni Eropa dan Indonesia dapat memperkuat hubungan ekonomi, keberlanjutan, dan kerja sama jangka panjang Komisi Eropa secara resmi mengumumkan keberhasilan penyelesaian negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) antara Uni Eropa dan Indonesia. Pencapaian ini menjadi tonggak penting dalam memperdalam kemitraan ekonomi kedua pihak, membuka jalan menuju kerja sama perdagangan, investasi, dan pembangunan berkelanjutan yang lebih kuat. Perjanjian yang dikenal dengan nama resmi EU–Indonesia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) ini bertujuan untuk menghapus hambatan perdagangan, membuka akses pasar, dan mendorong pertumbuhan yang inklusif. Meskipun negosiasi telah selesai, naskah perjanjian akan melalui proses revisi hukum dan penerjemahan, sebelum akhirnya diratifikasi oleh kedua pihak. Fitur Utama dari Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa–Indonesia Menurut siaran pers resmi Komisi Eropa ( IP_25_2168 ), perjanjian ini dirancang sebagai kerangka perdagangan yang komprehensif, seimbang, dan modern , yang mencakup: Perdagangan barang:  Penghapusan tarif untuk lebih dari 98% pos tarif , di mana sekitar 80% akan diliberalisasi segera setelah perjanjian berlaku. Perdagangan jasa dan investasi:  Akses pasar yang lebih kuat serta kepastian hukum bagi pelaku usaha di kedua wilayah. Kerja sama kepabeanan dan aturan asal barang:  Prosedur yang lebih sederhana untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi perdagangan. Peraturan teknis:  Mencakup standar sanitasi dan fitosanitasi (SPS), hambatan teknis perdagangan (TBT), serta perlindungan hak kekayaan intelektual. Tata kelola yang baik dan transparansi:  Memuat prinsip persaingan yang adil dan mekanisme penyelesaian sengketa yang jelas. Kerja sama ekonomi dan pembangunan kapasitas:  Mendukung partisipasi usaha kecil dan menengah (UKM) serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Perjanjian ini menunjukkan komitmen bersama untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip transparansi, keberlanjutan, dan perdagangan yang adil. Peluang bagi Indonesia di Bawah Perjanjian Ini Bagi Indonesia, penyelesaian negosiasi ini merupakan peluang strategis untuk memperluas jangkauan ekonomi ke salah satu pasar terbesar di dunia. Dengan adanya pengurangan tarif dan peningkatan kerja sama investasi, ekspor Indonesia — seperti tekstil, alas kaki, mesin, dan produk pertanian — berpotensi lebih kompetitif di pasar Uni Eropa. Selain itu, EU–Indonesia Free Trade Agreement juga menghadirkan kepastian regulasi yang lebih jelas, sehingga dapat memperkuat kemitraan jangka panjang dengan investor Eropa. Bab tentang kerja sama dan pembangunan kapasitas akan membantu lembaga dan pelaku usaha Indonesia meningkatkan daya saing melalui transfer pengetahuan dan dukungan teknis. Dalam jangka panjang, EU–Indonesia CEPA membuka jalan bagi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor serta menyesuaikan standar produksi nasional dengan prinsip keberlanjutan dan kualitas global. Tantangan Implementasi yang Perlu Diperhatikan Meski memiliki potensi besar, implementasi Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa–Indonesia tetap menghadapi sejumlah tantangan yang harus diantisipasi: Penyelarasan regulasi:  Kedua pihak perlu memastikan harmonisasi antara peraturan nasional dan standar Uni Eropa agar penerapan berjalan lancar. Partisipasi UKM:  Pelaku usaha kecil membutuhkan dukungan berupa pelatihan, sertifikasi, dan akses pembiayaan untuk bisa menikmati manfaat perjanjian ini. Kesiapan kelembagaan:  Lembaga pemerintah dan mitra bisnis perlu memperkuat koordinasi, terutama dalam prosedur bea cukai dan pertukaran data digital. Proses ratifikasi:  Perjanjian ini masih harus melewati tahapan persetujuan formal di Uni Eropa dan Indonesia sebelum dapat diberlakukan. Menangani tantangan-tantangan tersebut akan memastikan bahwa kemitraan Uni Eropa–Indonesia  memberikan manfaat yang seimbang bagi dunia usaha, pekerja, dan masyarakat. Langkah ke Depan untuk Kemitraan EU–Indonesia Menjelang tahap ratifikasi, dialog yang konstruktif antara kedua pihak menjadi kunci. Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa–Indonesia akan memberikan hasil optimal apabila didukung oleh kepercayaan, transparansi, dan konsistensi dalam pelaksanaannya. Perusahaan yang sejak dini memperkuat sistem kepatuhan — seperti penelusuran rantai pasok, jaminan kualitas, dan pelaporan keberlanjutan — akan berada pada posisi yang lebih siap untuk memanfaatkan peluang ketika perjanjian mulai berlaku. Perjanjian perdagangan ini juga menjadi contoh penting bahwa perdagangan terbuka dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan untuk mendukung pertumbuhan global yang adil dan tangguh. Kesimpulan Penyelesaian negosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas Uni Eropa–Indonesia  menandai langkah besar dalam memperkuat hubungan ekonomi antara kedua pihak. Perjanjian ini menjadi fondasi bagi kemitraan ekonomi yang terbuka, adil, dan berkelanjutan. Meskipun proses hukum dan politik masih berlanjut, arah kerja sama kini semakin jelas: menjadikan perjanjian ini sebagai platform untuk pertumbuhan yang inklusif dan jangka panjang. Dengan persiapan yang matang dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat memanfaatkan kemitraan ini untuk memperkuat daya saing serta memimpin agenda perdagangan berkelanjutan di kawasan. Source: European Commission – Press Release IP_25_2168 , September 2025.

  • Penundaan EUDR dan Dampaknya Secara Global

    Bagaimana penundaan regulasi deforestasi Uni Eropa memengaruhi keberlanjutan dan rantai pasok global Regulasi Deforestasi Uni Eropa ( EUDR ) diperkenalkan untuk mencegah masuknya produk yang terkait dengan deforestasi ke pasar Eropa. Aturan ini mewajibkan perusahaan untuk membuktikan bahwa komoditas seperti minyak sawit, kopi, kakao, kedelai, dan kayu  tidak berasal dari lahan hasil deforestasi. Namun, Komisi Eropa kini mempertimbangkan untuk menunda penerapan regulasi ini selama satu tahun , menggeser tanggal penerapannya menjadi Desember 2025 . Penundaan ini dimaksudkan agar perusahaan dan negara anggota Uni Eropa memiliki waktu lebih untuk mempersiapkan diri, namun juga menimbulkan perdebatan di kalangan pelaku industri, pembuat kebijakan, dan organisasi lingkungan. Meskipun Komisi beralasan bahwa waktu tambahan dibutuhkan untuk menyelesaikan sistem IT dan membantu petani kecil beradaptasi, banyak pihak menilai langkah ini justru menjadi kemunduran bagi kepemimpinan Eropa dalam upaya global melindungi hutan dan menanggulangi perubahan iklim. Kekhawatiran Bisnis dan Lingkungan terhadap Penundaan EUDR Beberapa perusahaan besar—seperti Nestlé, Mars, Ferrero , dan Olam Agri —secara terbuka mendesak Uni Eropa untuk tidak menunda regulasi tersebut. Dalam pernyataan bersama, mereka memperingatkan bahwa penundaan ini dapat melemahkan kepercayaan terhadap komitmen Eropa dalam keberlanjutan  dan menghambat kemajuan yang telah dicapai perusahaan dalam menerapkan rantai pasok yang transparan dan etis. Perusahaan-perusahaan tersebut telah berinvestasi besar dalam teknologi pelacakan rantai pasok, pemetaan satelit, dan audit pemasok agar sesuai dengan standar EUDR. Mereka menilai bahwa penundaan kebijakan hanya akan menciptakan ketidakpastian dan menurunkan semangat bagi pelaku usaha lain untuk berinvestasi dalam praktik berkelanjutan. Organisasi lingkungan juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menegaskan bahwa setiap penundaan membawa konsekuensi nyata terhadap hutan dan komunitas lokal , karena praktik tidak berkelanjutan masih terus berlangsung, terutama di wilayah tropis yang rentan terhadap ekspansi pertanian. Para aktivis menekankan bahwa EUDR bukan sekadar regulasi perdagangan, melainkan juga tanggung jawab moral . Menunda penerapan regulasi ini dapat memberi sinyal negatif bahwa Uni Eropa belum siap mengambil langkah tegas untuk melindungi iklim dan keanekaragaman hayati.ut its willingness to act decisively on climate and biodiversity protection. Tantangan Implementasi Di sisi lain, sebagian pemangku kepentingan, termasuk negara anggota Uni Eropa dan produsen kecil, mengakui adanya tantangan nyata dalam memenuhi persyaratan EUDR. Persyaratan seperti pemetaan geolokasi, pelaporan data, dan pelacakan asal bahan baku  menjadi hambatan besar bagi petani kecil di negara berkembang. Komisi Eropa menyadari hal ini dan tengah meninjau berbagai langkah dukungan, seperti penyediaan bantuan teknis, sistem digital, serta fleksibilitas transisi bagi negara yang menunjukkan kemajuan nyata. Pendekatan ini mencerminkan pentingnya keseimbangan antara ambisi lingkungan dan kesiapan ekonomi—agar regulasi tetap efektif, adil, dan inklusif. Langkah ke Depan Perdebatan mengenai penundaan EUDR mencerminkan tantangan yang lebih luas: bagaimana menjadikan keberlanjutan sebagai hal yang dapat diterapkan secara nyata di rantai pasok global yang kompleks.  Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan produsen  menjadi kunci untuk mencapai keseimbangan antara tujuan lingkungan dan kelangsungan ekonomi. Meskipun penerapannya mungkin tertunda, perusahaan yang terus memperkuat transparansi, keterlacakan, dan tanggung jawab sosial akan berada pada posisi yang lebih siap untuk masa depan. Keberlanjutan kini bukan lagi pilihan, melainkan bagian dari tanggung jawab bisnis yang modern dan beretika. Fokus utama tetap pada memastikan bahwa perdagangan global memberikan manfaat bagi manusia dan planet ini . Kesimpulan Perdebatan mengenai penundaan EUDR  menegaskan satu hal penting: kemajuan menuju keberlanjutan membutuhkan kebijakan yang konsisten, komitmen yang kuat, dan tindakan nyata.  Waktu tambahan mungkin bermanfaat bagi sebagian pihak, namun dunia tidak bisa terus kehilangan momentum dalam melindungi hutan dan menghadapi perubahan iklim. Pelaku usaha, regulator, dan masyarakat memiliki tujuan bersama: memastikan bahwa rantai pasok global menjadi lebih efisien sekaligus lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Pantau terus pembaruan berikutnya terkait perkembangan EUDR dan upaya menuju rantai pasok berkelanjutan di Eropa dan seluruh dunia. Sumber: https://www.reuters.com/sustainability/boards-policy-regulation/nestle-others-warn-eu-law-delays-are-endangering-forests-worldwide-2025-10-03/ https://www.globalcompliancenews.com/2025/10/02/https-insightplus-bakermckenzie-com-bm-consumer-goods-retail_1-european-union-commission-considering-delaying-eudr-application-for-another-year_09242025/ https://www.esgtoday.com/nestle-mars-other-companies-warn-against-proposed-delay-to-eus-supply-chain-deforestation-law/

  • AP RFSS Disahkan: Peluang Baru Sertifikasi FSC untuk Petani Skala Kecil di Asia-Pasifik

    Membuka Akses Sertifikasi Hutan yang Lebih Inklusif dan Efisien bagi Pelaku Skala Kecil Pada 18 Juli 2025, Forest Stewardship Council (FSC) secara resmi mengesahkan Asia-Pacific Regional Forest Stewardship Standard (AP RFSS)  sebagai standar penuh untuk pengelolaan hutan. Standar ini berlaku mulai 1 Juli 2025, menggantikan status pilot yang telah diuji sejak 2021 di Indonesia, Vietnam, Thailand, dan India. AP RFSS dirancang khusus untuk petani dan pengelola hutan skala kecil, sebagai upaya menjembatani tantangan sertifikasi yang selama ini dirasakan terlalu rumit dan mahal oleh pelaku usaha berskala kecil.   Mengapa AP RFSS Penting? Banyak petani hutan di kawasan Asia-Pasifik hanya mengelola lahan di bawah 5 hektar, dengan keterbatasan sumber daya dan akses terhadap informasi teknis. Standar FSC konvensional sering kali dinilai terlalu kompleks bagi mereka. AP RFSS hadir untuk menjawab tantangan ini, melalui pendekatan yang lebih relevan dan realistis. Beberapa keunggulan utama standar ini antara lain: Penggunaan bahasa yang mudah dipahami Persyaratan yang lebih sederhana dan fleksibel Proses audit yang lebih efisien dan terjangkau Fokus pada praktik keberlanjutan yang bisa diterapkan di lapangan Dengan pendekatan tersebut, AP RFSS memungkinkan lebih banyak petani kecil untuk terlibat dalam pengelolaan hutan secara bertanggung jawab dan tersertifikasi.   Hasil Positif dari Masa Uji Coba Selama masa uji coba sejak 2021, AP RFSS telah menunjukkan capaian yang menjanjikan: Lebih dari 68 audit telah dilakukan di empat negara Sekitar 57.000 hektar lahan petani telah berhasil tersertifikasi di Indonesia dan Vietnam Standar ini dinilai lebih sesuai dengan kondisi lapangan oleh banyak kelompok tani Membuka peluang untuk sertifikasi produk non-kayu (NTFP) dan jasa lingkungan (ecosystem services) Keberhasilan ini menjadi dasar kuat bagi FSC untuk mengesahkan AP RFSS sebagai standar resmi bagi petani kecil di Asia-Pasifik.   Peluang Strategis bagi Indonesia Sebagai negara dengan potensi kehutanan rakyat yang besar, Indonesia dapat mengambil manfaat signifikan dari penerapan AP RFSS, terutama bagi: Kelompok Tani Hutan (KTH) Koperasi kehutanan dan agroforestri Pelaku perhutanan sosial dan pengelola hutan adat Dengan adanya standar yang lebih adaptif ini, pelaku skala kecil dapat lebih mudah memenuhi permintaan pasar akan produk kehutanan yang legal dan berkelanjutan, serta memperkuat posisi mereka dalam rantai pasok global yang makin menuntut transparansi dan kepatuhan.   Peran Peterson Solutions (Indonesia) Sebagai mitra terpercaya dalam layanan keberlanjutan dan sertifikasi, Peterson Solutions (Indonesia) siap mendampingi organisasi, koperasi, maupun pelaku usaha kehutanan yang ingin menerapkan dan mendapatkan sertifikasi FSC melalui AP RFSS. Kami menyediakan layanan berikut: 1. Pendampingan teknis untuk pemenuhan standar AP RFSS Kami membantu menyusun dokumentasi, prosedur, dan praktik yang sesuai dengan indikator standar. 2. Pelatihan untuk petani dan kelompok pengelola hutan Materi pelatihan kami disusun secara praktis dan mudah dipahami, sehingga dapat diterapkan langsung di lapangan. 3. Simulasi audit dan persiapan sertifikasi Kami melakukan audit internal (mock audit) untuk memastikan kesiapan sebelum menjalani audit resmi. 4. Pengembangan usaha produk hutan non-kayu dan jasa ekosistem Kami membantu mengidentifikasi potensi dan strategi pengelolaan berkelanjutan yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani kecil. Dengan pendekatan yang kontekstual dan pengalaman lapangan yang kuat, Peterson Solutions (Indonesia) berkomitmen menjadikan proses sertifikasi FSC lebih mudah diakses, relevan, dan berdampak nyata bagi petani serta komunitas lokal.   Source: https://fsc.org/en/newscentre/general-news/asia-pacific-regional-forest-stewardship-standard-for-smallholders-now-an

Tampilkan Semua

Event (109)

Tampilkan Semua

Halaman Lain (68)

  • Beranda | Peterson Indonesia

    Peterson Solutions Indon esia Konsultasi Berkelanjutan Layanan Kami Pelaporan Keberlanjutan Peterson menawarkan sejumlah layanan untuk mendukung Anda membuat laporan keberlanjutan, yang juga disebut sebagai laporan sosial perusahaan tanggung jawab (CSR) laporan. Baca lebih banyak Pendekatan Unik Kami Di Peterson, kami responsif dan fleksibel. Kami membangun tim perusahaan dari berbagai wilayah dan bidang keahlian yang paling sesuai dengan kebutuhan Anda. Analisis Risiko Peterson dapat membantu Anda dalam memetakan risiko dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dalam rantai pasokan Anda, berdasarkan komoditas dan geografi. Baca lebih banyak Baca lebih banyak 70 4000 BEBERAPA DARI PENGGUNA JASA KAMI Temukan Kantor Kami yang Terdekat Anda akan dialihkan ke website internasional kami Temukan kantor Berita & Acara Penundaan EUDR dan Dampaknya Secara Global Bagaimana penundaan regulasi deforestasi Uni Eropa memengaruhi keberlanjutan dan rantai pasok global Regulasi Deforestasi Uni Eropa (... 7 Okt AP RFSS Disahkan: Peluang Baru Sertifikasi FSC untuk Petani Skala Kecil di Asia-Pasifik Membuka Akses Sertifikasi Hutan yang Lebih Inklusif dan Efisien bagi Pelaku Skala Kecil Pada 18 Juli 2025, Forest Stewardship Council... 23 Jul Memperkuat Perencanaan Lingkungan: Perbandingan PP No. 22 Tahun 2021 dan PP No. 26 Tahun 2025 Latar Belakang: Membangun Fondasi Perencanaan Lingkungan yang Terpadu Sebagai upaya memperkuat pelindungan dan pengelolaan lingkungan... 26 Jun View More Formulir Berlangganan Bergabung Terima kasih telah berlangganan!

  • Brosur Konsultasi | Peterson Indonesia

    Carbon Fisheries Food Safety Forestry Organic ISCC Rainforest Alliance Textile, Apparel and Recycled Products Social Accountability Sustainability Reporting Sustainable Finance Verified Carbon Standard SMETA - Training (Bahasa Indonesia) Regenerative Agriculture Cosmetics ISO Services

  • Proyek | Peterson Indonesia

    PROYEK Karena sejumlah besar data, beberapa sertifikasi mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk dimuat. Tailor-made solutions GHG ESG/SR

Tampilkan Semua
bottom of page